Prabowo Subianto
kini sudah berumur kurang lebih 61 Tahun atau tepatnya beliau lahir di
Jakarta, 17 Oktober 1951 adalah merupakan seorang mantan Danjen
Kopassus, Pengusaha Sukses dan juga sekaligus menjadi Politisi yang
handal.
Prabowo menikah
dengan Titiek Prabowo, anak Presiden Soeharto. Pernikahan Prabowo
berakhir tidak lama setelah Soeharto mundur dari jabatan Presiden
Republik Indonesia.[1] Dari pernikahan ini, Prabowo dikaruniai seorang
anak, Didiet Prabowo. Didiet tumbuh besar di Boston, AS dan sekarang
tinggal di Paris, Perancis sebagai seorang desainer.
Prabowo Subianto
sering disebut sebagai seorang jendral kontroversial. Prestasi, dan
kontroversi Prabowo dimulai saat ia mendaftarkan diri di Akademi Militer
Magelang pada tahun 1970. Lulus pada tahun 1974, tahun 1976 Prabowo
dipercaya sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan
Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi
Tim Nanggala di Timor Timur.
Pada bulan Desember
1978, Kapten Prabowo memimpin pasukan Den 28 Kopassus yang ditugaskan
untuk membunuh pendiri dan wakil ketua Fretilin, yang pada saat itu juga
menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Leste, Nicolau dos Reis
Lobato. Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah
Mindelo, pada tanggal 31 Desember 1978. Karena prestasi ini, Prabowo
mendapatkan kenaikan pangkat.
Setelah kembali
dari Timor Timur, karir militernya Prabowo terus melejit. Pada tahun
1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81
Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD
(Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan "Special Forces Officer
Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab
sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.
Pada tanggal 26
April 1997, Tim Nasional Indonesia ke Puncak Everest berhasil
mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia setelah
mendaki melalui jalur selatan Nepal. Tim yang terdiri dari anggota
Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini diprakarsai oleh Komandan
Jendral Kopassus, Mayor Jendral TNI Prabowo Subianto [3]. Ekspedisi
dimulai pada tanggal 12 Maret 1997 dari Phakding, Nepal. "Waktu itu kita
mendengar bahwa Malaysia sudah mencanangkan akan mengibarkan bendera
kebangsaan mereka pada tanggal 10 Mei 1997. Saya tidak rela bangsa
Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain
di kawasan kita. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi
salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa" tulis Prabowo dalam
buku 'Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan'.
Pada tahun 1983,
kala itu masih berpangkat Kapten, Prabowo diduga pernah mencoba
melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral
LB Moerdani[5], namun upaya ini kabarnya digagalkan oleh Mayor Luhut
Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror[6]. Prabowo sendiri adalah wakil
Luhut saat itu.
Pada tahun 1990-an,
Prabowo diduga terkait dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM di Timor
Timur. Pada tahun 1995, ia diduga menggerakkan pasukan ilegal yang
melancarkan aksi teror ke warga sipil[7]. Peristiwa ini membuat Prabowo
nyaris baku hantam dengan Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel
Inf Kiki Sjahnakrie, di kantor Pangdam IX Udayana. Sejumlah lembaga
internasional menuntut agar kasus ini dituntaskan[8]. Menurut pakar
hukum Adnan Buyung Nasution, kasus ini belum selesai secara hukum karena
belum pernah diadakan pemeriksaan menurut hukum pidana[9].
Pada tahun 1997,
Prabowo diduga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap
sejumlah aktivis pro-Reformasi[10]. Setidaknya 13 orang, termasuk
seniman 'Teater Rakyat' Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan
Petrus Bima hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Mereka diyakini
sudah meninggal.[11]. Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar
untuk melakukan penculikan kepada sembilan orang aktivis, diantaranya
Haryanto Taslam, Desmond J Mahesa dan Pius Lustrilanang.[12]
Namun demikian,
Prabowo belum diadili atas kasus tersebut walau sebagian anggota Tim
Mawar sudah dijebloskan ke penjara. Sebagian korban dan keluarga korban
penculikan 1998 juga belum memaafkan Prabowo dan masih terus melanjutkan
upaya hukum. Sebagian berupaya menuntut keadilan dengan mengadakan aksi
'diam hitam kamisan', aksi demonstrasi diam di depan Istana Negara
setiap hari Kamis[13]. Sebagian lagi telah bergabung denga kepengurusan
Partai Gerakan Indonesia Raya, bahkan duduk di DPR RI. Haryanto Taslam
yang telah menjadi anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, mengatakan
"Prabowo sudah minta maaf pada saya. Dia juga mengajak saya bergabung
untuk membangun negara ini. Saya adalah korban Prabowo dan Prabowo
adalah korban politik saat itu. Dia juga korban. Prabowo hanya merupakan
tentara yang mematuhi perintah atasannya. Ide penculikan bukan dari
Prabowo. Rezim Orde Baru saat itu pun represif. Jika bukan Prabowo pasti
orang lain yang akan diperintah untuk menculik."[14]
Prabowo juga diduga
mendalangi Kerusuhan Mei 1998 berdasar temuan Tim Gabungan Pencari
Fakta.[15][16]. Dugaan motifnya adalah untuk mendiskreditkan rivalnya
Pangab Wiranto, untuk menyerang etnis minoritas, dan untuk mendapat
simpati dan wewenang lebih dari Soeharto bila kelak ia mampu memadamkan
kerusuhan [17].
Juga
pada Mei 1998, menurut kesaksian Presiden Habibie dan purnawirawan
Sintong Panjaitan[18], Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya
menggerakkan tentara ke Jakarta dan sekitar kediaman Habibie untuk
kudeta. Karena insubordinasi tersebut ia diberhentikan dari posisinya
sebagai Kostrad oleh Wiranto atas instruksi Habibie.
Masalah utama dari
kesaksian Habibie ialah bahwa sebenarnya, pasukan-pasukan yang mengawal
rumahnya adalah atas perintah Wiranto, bukan Prabowo. Pada briefing
komando tanggal 14 Mei 1998, panglima ABRI mengarahkan Kopassus mengawal
rumah-rumah presiden dan wakil presiden. Perintah-perintah ini
diperkuat secara tertulis pada tanggal 17 Mei 1998 kepada
komandan-komandan senior, termasuk Sjafrie Sjamsoeddin, Pangdam Jaya
pada waktu itu.
Prabowo yakin ia
bisa saja melancarkan kudeta pada hari-hari kerusuhan di bulan Mei itu.
Tetapi yang penting baginya ia tidak melakukannya. “Keputusan memecat
saya adalah sah,” katanya. “Saya tahu, banyak di antara prajurit saya
akan melakukan apa yang saya perintahkan. Tetapi saya tidak mau mereka
mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya
menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas posisi saya
sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara,
setia kepada republik
Keberhasilan
ekspedisi ini menjadikan Indonesia negara pertama dari kawasan tropis,
sekaligus juga negara di Asia Tenggara pertama yang mencatat sukses
menggapai puncak Everest.
Sebagai seorang Pengusaha Prabowo Subianto
meniti karirnya dimulai dengan membeli Kiani Kertas sebuah perusahaan
pengelola pabrik kertas yang berlokasi di Mangkajang, kalimantan Timur
yang sekarang berganti nama menjadi Kertas Nusantara dibawah perusahaan
Nusantara Group yang dimiliki oleh Prabowo Subianto
yang menguasai sekitar 27 perusahaan yang tersebar didalam maupun diluar
negeri. Maka tak heran jika sebagian orang menanggap bahwa Prabowo Subianto
pada PILPRS 2009 yang lalu sebagai Cawapres terkaya dengan total asset
sebesar 1,579 Triliun dan US$ 7,57 juta. belum termasuk k84 ekor kuda
istimewa yang sebagian harganya mencapai 3 Milyar perekor, belum lagi
sejumlah mobil mewah.
Selain sebgai pengusaha sukses Prabowo Subianto juga didaulat sebagai ketua dibeberapa organisasi semisalnya, Himpinan
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh
Indonesia (APPSI), Ikatan Pancak Silat Indonesia (IPSI) dan masih banyak lagi yang tidak saya ebutkan satu persatu.
0 comments:
Post a Comment