Kementerian
Pertahanan akan mendorong PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk
mengembangkan helikopter serang, menyusul rencana pemerintah Indonesia
membeli delapan unit helikopter serang Apache AH-64 dari Amerika Serikat
untuk TNI Angkatan Darat.
"Yang
dibutuhkan satu skuadron helikopter serang atau sebanyak 16 unit," kata
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, yang ditemui sesaat setelah
peluncuran buku yang ditulis anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo
Handayani Kertopati berjudul "Komunikasi dalam Kinerja Intelijen
Keamanan" di Jakarta, Jumat (30/8) malam.
Ia lantas
menjelaskan,"Kalau kita beli delapan unit helikopter Apache, berarti
baru setengah skuadron. Mungkin ada kombinasi, seperti halnya pesawat
tanpa awak (UAV), setengah skuadronnya merupakan buatan dalam negeri."
Pengembangan
helikopter serang yang dibangun oleh PT DI, kata dia, diharapkan
spesifikasi dan kemampuannya tak jauh berbeda dengan helikopter Apache.
"Mungkin spesifikasinya masih di bawah Apache, tetapi kemampuannya tak begitu jauh," kata Menhan.
Purnomo
mengatakan bahwa pihaknya telah mengutus Sekjen Kemhan Budiman, yang
saat ini telah dilantik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD),
ke Amerika Serikat untuk mengetahui secara pasti detail spesifikasi
helikopter serang Apache itu.
"Spesifikasi
teknologinya harus jelas betul, yang dibeli seperti apa. Terakhir yang
berangkat ke AS adalah Sekjen Kemhan yang saat ini menjadi KSAD,"
katanya.
Menurut
Purnomo, sistem persenjataan sebuah alat tempur sangat memengaruhi
harga. Suatu peralatan tempur yang dilengkapi dengan sistem deteksi
radar tentu lebih mahal daripada yang tidak ada.
Ia menegaskan
bahwa pembelian helikopter Apache merupakan rencana pertahanan jangka
panjang. Oleh sebab itu, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar
diharapkan tidak akan berpengaruh banyak terhadap rencana pembelian itu
Kiat untuk
menutupi kebutuhan heli serang bukannya tak pernah dilakukan. Bahkan
karena kebutuhannya yang lumayan mendesak, PT Dirgantara Indonesia (PT
DI) kemudian memodifikasi heli NBO-105 menjadi heli serang. Namun
namanya juga heli hasil modifikasi, kemampuannya tak bisa di samakan
dengan heli tempur murni. Selain itu heli serang ini lebih cocok untuk
bantuan tembakan udara (close air support) bagi soft target seperti
pasukan infanteri,truk militer, rantis dan ranpur ringan. Sedangkan
untuk hard target macam tank lebih cocok diemban oleh heli tempur.
Nah, berangkat
dari kebutuhan heli tempur itulah PT DI berkreasi menciptakan konsep
heli berkemampuan tempur sejati. Dengan kata lain PT DI sejak awal
menggarap heli ini bagi keperluan tempur alias sebagai combat
helicopter. Ini tentunya berbeda dengan helikopter-helikopter militer
yang selama ini dibuat oleh PT DI. Karena heli buatan PT DI (sampai saat
ini) sejatinya merupakan heli dengan tugas sebagai pengangkut pasukan
bersenjata, seperti NAS-332 Super Puma. Sedangkan tugas sebagai pelahap
tank praktis masih kosong.
Dari Basis Bell-412
Berbekal
pengalaman mengutak-atik berbagai jenis helikopter melalui lisensi, dari
tangan dingin para insinyur Indonesia inilah lahir konsep helikopter
tempur bernama Gandiwa. Sama halnya dengan produk pesawat buatan PT DI
lainnya yang mengambil nama dari cerita pewayangan, seperti CN-235 yang
memiliki nama tetuko (nama kecil Gatotkaca) dan juga N-250 yang memiliki
nama Gatotkaca. Gandiwa dalam cerita pewayangan merupakan senjata busur
milik Arjuna yang berisi anak panah dalam jumlah tak terhingga yang
merupakan pemberian dewa Baruna.
Gandiwa yang
basisnya diambil dari heli Bell-412 ini merupakan helikopter tempur dua
awak berkonfigurasi tandem dengan kokpit bagian depan sebagai pos
kopilot/penembak (gunner) sementara bagian belakang sebagai tempat
pilot. Meski memakai basis Bell-412, heli ini sudah mengalami banyak
perombakan sehingga dijamin bakal punya rasa berbeda. Perbedaan paling
mencolok adalah konfigurasi kokpit yang dirombak habis-habisan. Berbeda
dengan heli Bell-412 dimana posisi pilot dan kopilot yang berjumlah dua
orang duduk berdampingan (side-by-side), pada Gandiwa posisi mereka
dibuat duduk depan-belakang (tandem). Dengan rombakan kokpit macam ini
sekilas sosok Gandiwa mirip dengan AH-1 Super Cobra yang merupakan heli
andalan Korps Marinir AS.
Selain itu tak
ketinggalan bagian hidung Gandiwa mengalami sedikit perubahan. Tak lagi
terlihat polos seperti Bell-412, tampilan hidung heli ini tampak garang
dengan terpasangnya kubah kanon di bagian dagu yang dapat diputar ke
kanan dan ke kiri untuk menambah fleksibilitas serangan. Perubahan
lainnya juga terjadi pada bodi Gandiwa. Ruang kosong ditengah bodi yang
biasanya digunakan untuk menggotong pasukan dieliminasi. Dengan begitu
bentuk fisik Gandiwa menjadi lebih ramping ketimbang Bell-412. Kiat ini
tak lain juga untuk mendongkrak manuver dan kecepatan heli saat
melakukan serangan terhadap musuh. Selanjutnya dikanan-kiri bodi
terpasang sayap kecil (stub wing) untuk mendongkrak daya angkat heli dan
berfungsi sebagai cantelan senjata.
Rampung urusan
fisik, kini giliran bicara mesin penggeraknya. Untuk soal ini, Gandiwa
direncanakan menggunakan dua buah mesin buatan Pratt and Whitney Canada
PT6T-3BE yang masing-masing mesin mampu menghasilkan daya 900 shp.
Selain itu, heli dengan empat rotor blade yang sepenuhnya terbuat dari
komposit ini mampu digeber hingga kecepatan 259 km/jam.
Beralih ke soal
senjata. Daftar persenjataan yang dibawanya bervariatif, antara lain
kanon laras tunggal kaliber 30 mm tipe M230 Chain Gun. Sementara
padastub wing terdapat empat cantelan senjata. Masing-masing cantelan
mampu mengusung berbagai jenis senjata. Untuk roket misalnya, heli
tempur ini mampu menggotong roket Hydra 70 dan CRV7 kaliber 70 mm.
Kemudian soal rudal antitank, Gandiwa mampu membawa persenjataan seperti
rudal anti-tank Hellfire.
Jika melihat
daftar persenjataan yang dibawanya, heli tempur Gandiwa sepertinya
hendak meniru keampuhan AH-64 Apache-nya AS. Lihat saja kanontipe M230
Chain Gun yang biasanya menjadi salah satu senjata andalan Apache.
Bedanya, pada Apachekanon ini terletak dibawah badan dengan posisi
diantara main landing gear. Kemiripan lainnya terletak pada senjata
roket Hydra 70 dan CRV7 serta rudal Hellfire yang juga biasa diusung
Apache.
erlepas dari
kehadiran Gandiwa, sebenarnya keinginan untuk memiliki heli tempur
pernah direalisasikan TNI melalui pembelian heli tempur buatan Rusia.
Simak bagaimana kedatangan heli tempur Mi-35P tahun 2003 silam. Kala itu
pembeliannya dilakukan bersamaan dengan jet tempur Sukhoi yang kemudian
menjadi berita panas yang menjadi headline surat kabar nasional maupun
daerah.
Tapi toh
namanya juga alutsista asing, kehadirannya tidak boleh selamanya jadi
andalan angkatan bersenjata, terlebih bagi Indonesia yang sudah memiliki
industri pesawat terbang sendiri. Bagaimanapun dengan perkembangan
industri pertahanan nasional (dalam hal ini industri dirgantara),
kehadiran Gandiwa—meskipun sampai saat ini konsepnya masih berada di
atas kertas, bisa menjadi alternatif untuk mengurangi dominasi alutsista
asing yang masih banyak mengisi armada tempur TNI.
Karakteristik Helikopter Gandiwa:
Crew: 2 (pilot, and co-pilot/gunner)
Length: 58.17 ft (17.73 m) (with both rotors turning)
Rotor diameter: 48 ft 0 in (14.63 m)
Height: 12.7 ft (3.87 m)
Disc area: 1,809.5 ft² (168.11 m²)
Empty weight: 11,387 lb (5,165 kg)
Loaded weight: 17,650 lb (8,000 kg)
Max takeoff weight: 23,000 lb (10,433 kg)
Powerplant: 2 × General Electric T700-GE-701 and later upgraded to
T700-GE-701C (1990–present) & T700-GE-701D (AH-64D block III)
turboshafts, -701: 1,690 shp, -701C: 1,890 shp, -701D: 2,000 shp (-701:
1,260 kW, -701C: 1,490 kW, -701D: 1,490 kW) each.
Fuselage length: 49 ft 5 in (15.06 m)
Rotor systems: 4 blade main rotor, 4 blade tail rotor in non-orthogonal alignment
Performance:
Never exceed speed: 197 knots (227 mph, 365 km/h)
Maximum speed: 158 knots (182 mph, 293 km/h)
Cruise speed: 143 knots (165 mph, 265 km/h)
Range: 257 nmi (295 mi, 476 km) with Longbow radar mast
Combat radius: 260 nmi (300 mi, 480 km)
Ferry range: 1,024 nmi (1,180 mi, 1,900 km)
Service ceiling: 21,000 ft (6,400 m) minimum loaded
Rate of climb: 2,500 ft/min (12.7 m/s)
Disc loading: 9.80 lb/ft² (47.9 kg/m²)
Power/mass: 0.18 hp/lb (0.31 kW/kg)
Persenjataan:
Guns: 1× 30 × 113 mm (1.18 × 4.45 in) M230 Chain Gun with 1,200 rounds
Hardpoints: 4 pylon stations on the stub wings. Longbows also have a
station on each wingtip for an AIM-92 ATAS twin missile pack.
Rockets: Hydra 70 70 mm, and CRV7 70 mm air-to-ground rockets
Missiles: Typically AGM-114 Hellfire variants; AIM-92 Stinger may also be carried.
Radar yang akan digunakan Gandiwa belum diketahui.
0 comments:
Post a Comment