Untuk ukuran Indonesia, Kopassus jadi
barometer pasukan khusus. Popularitas Korps Baret Merah sudah dirintis
sejak pembentukan Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium (Kesko TT) III
pada 16 April 1952 berdasarkan instruksi Panglima TT III Kolonel Inf.
Kawilarang. Pendidikan komando angkatan pertama diikuti 400 siswa dibuka
1 Juli 1952 di Batujajar. Komandan pertama merangkap instruktur utama
dipercayakan kepada Mayor Idjon Djanbi.
Penyempurnaan organisasi terus dilakukan. Dari Kesko TT diubah jadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD, 1953), Resimen Pasukan Komando AD (RPKAD, 1955), Resimen Para Komando AD (RPKAD, 1959), Menparkoad (1962), Pusat Pasukan Khusus (Puspassus, 1966), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, 1971), dan Kopassus (1985).
Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut B. Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira sempat dikirim ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman untuk mendalami penanggulangan teror dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya menyeleksi dan melatih prajurit yang ditunjuk ke Den-81.
Kopasus1Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah, pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor). Dari periode 19952001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Grup 5 Antiteror (Grup 4 Sandi Yudha).
Secara organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian Danjen Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel. Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan para dan komando di Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di satuan tempur Grup 1 dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi.
Sekembalinya ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror. Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran Khusus Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera yang ditawan GPK Kelly Kwalik di Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla masih menjadi satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI hingga saat ini. Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat ini. Dari segi persenjataan, Gultor diakui lebih mewah dari dua saudaranya.
DEN-81 Gultor
Markas : Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta
Kekuatan : -
Persenjataan : Minimi 5,56 mm, MP5 9 mm, Uzi 9 mm, Beretta 9 mm, SIG-Sauer 9 mm, dan beberapa jenis lagi seperti sniper, tidak terdeteksi.
Spesialis : Antibajak pesawat, perang kota, intelijen-counter intelijen
Dibentuk : 30 Juni 1982
Penyempurnaan organisasi terus dilakukan. Dari Kesko TT diubah jadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD, 1953), Resimen Pasukan Komando AD (RPKAD, 1955), Resimen Para Komando AD (RPKAD, 1959), Menparkoad (1962), Pusat Pasukan Khusus (Puspassus, 1966), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, 1971), dan Kopassus (1985).
Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut B. Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira sempat dikirim ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman untuk mendalami penanggulangan teror dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya menyeleksi dan melatih prajurit yang ditunjuk ke Den-81.
Kopasus1Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah, pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor). Dari periode 19952001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Grup 5 Antiteror (Grup 4 Sandi Yudha).
Secara organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian Danjen Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel. Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan para dan komando di Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di satuan tempur Grup 1 dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi.
Sekembalinya ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror. Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran Khusus Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera yang ditawan GPK Kelly Kwalik di Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla masih menjadi satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI hingga saat ini. Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat ini. Dari segi persenjataan, Gultor diakui lebih mewah dari dua saudaranya.
DEN-81 Gultor
Markas : Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta
Kekuatan : -
Persenjataan : Minimi 5,56 mm, MP5 9 mm, Uzi 9 mm, Beretta 9 mm, SIG-Sauer 9 mm, dan beberapa jenis lagi seperti sniper, tidak terdeteksi.
Spesialis : Antibajak pesawat, perang kota, intelijen-counter intelijen
Dibentuk : 30 Juni 1982
0 comments:
Post a Comment